 |
Ahmad Fajarisma Budi Adam Guru SMP N 1 Banjar Seririt Bali |
Manusia
diciptakan Allah SWT mempunyai nafsu sebagai fitrahnya. Sementara yang tidak
memiliki nafsu adalah Malaikat. Manusia cenderung membangkang dibanding Malaikat.
Tentu kita pasti paham, makna nafsu secara sederhana adalah keinginan dan
sifatnya lebih condong menggiurkan, arahnya kerusakan. Al-Qur’an surah Yusuf
ayat 53, yang artinya “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan,
kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Jika
nafsu terkendali dengan baik, maka dampaknya akan baik
pula. Sebuah pepatah mengungkapkan "Memiliki hawa nafsu buruk itu
manusiawi. Melawan dorongan hawa nafsu, itulah seorang Muslim". Melawan
dorongan hawa nafsu dapat dimaknai sebagai mengendalikan secara optimal. Agar
potensi melakukan perbuatan
tercela dapat dihindari. Mengendalikan hawa nafsu bukanlah hal mudah, bentuk
nafsu yang abstrak kerap kali memantik kenikmatan dunia menjadikannya sebagai
musuh yang sulit dilawan.
Imam al-Gazhali
membagi nafsu menjadi dua, nafsu mutmainnah dan nafsu amarah/lawwamah. Nafsu
muthmainnah (nafsu yang tenang, nafsu dirahmati, nafsu diberi petunjuk) yang
berfungsi menstimulus berbuat kebaikan, rajin beribadah, istiqamah menjalankan
perintah Allah. Nafsu amarah/lawwamah (nafsu buruk, nafsu jahat) mendorong
manusia melakukan cara yang buruk untuk merealisasikan kehendaknya, seperti
berbuat jahat, zina, mabuk, judi, membunuh, mencuri, fitnah, gibah, dan sejenisnya. Kita tahu, akhir-akhir ini begitu miris, di bulan
Ramadhan, ada saja terdapat fenomena memprihatinkan. Orang banyak melakukan
kejahatan, terdengar kabar ada seorang Bapak melakukan pencabulan terhadap
putrinya dibawah umur, seorang ustadz di suatu kota terlibat pemerkosaan, kasus
korupsi dari pejabat daerah hingga nasional yang sempat terungkap. Hal ini
merupakan Tindakan yang tak sepantasnya
terjadi pada bulan puasa.
Puasa adalah senjata untuk melawan nafsu itu, sebuah ibadah
yang diwajibkan bagi umat Muslim, bukan sekadar menahan lapar dan haus dari
terbit fajar hingga terbenam matahari. Lebih dari itu, puasa adalah madrasah
ruhaniyah, sebuah ajang untuk menaklukkan nafsu yang kerap kali menjerumuskan
manusia ke dalam jurang kehinaan. Nafsu, dengan segala bentuknya, adalah musuh
utama yang harus ditaklukkan agar manusia dapat mencapai derajat takwa.
Dalam kehidupan sehari-hari, nafsu seringkali mengambil
alih kendali, mendorong manusia untuk mengejar kesenangan duniawi tanpa batas.
Nafsu makan, nafsu amarah, nafsu berkuasa, dan berbagai nafsu lainnya menjadi
penghalang bagi manusia untuk mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan sejati.
Di sinilah puasa hadir sebagai penawar, sebagai sarana untuk mengendalikan
nafsu dan mengembalikan manusia pada fitrahnya.
Puasa sebagai Perisai
Rasulullah SAW bersabda, "Puasa adalah
perisai." (HR. Bukhari dan Muslim). Perisai dari godaan setan, perisai
dari perbuatan dosa, dan perisai dari api neraka. Dengan berpuasa, manusia melatih
diri untuk menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, baik yang
lahir maupun yang batin. Menahan diri dari makan dan minum adalah latihan
fisik, sedangkan menahan diri dari perkataan kotor, perbuatan maksiat, dan
pikiran buruk adalah latihan mental dan spiritual.
Selama berpuasa, manusia belajar untuk mengendalikan
hawa nafsu yang seringkali mendorongnya untuk berbuat berlebihan. Ketika rasa
lapar dan haus mendera, manusia diingatkan akan pentingnya kesederhanaan dan
kepedulian terhadap sesama yang kurang beruntung. Ketika amarah mulai memuncak,
manusia belajar untuk bersabar dan menahan diri. Dengan demikian, puasa menjadi
sarana untuk membersihkan hati dan jiwa dari penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh nafsu.
Puasa dan Kesadaran Diri
Puasa juga merupakan ajang untuk meningkatkan
kesadaran diri. Dalam kesunyian malam, ketika perut kosong dan pikiran jernih,
manusia merenungkan hakikat kehidupan, tujuan penciptaan, dan hubungannya
dengan Sang Pencipta. Ia menyadari betapa lemahnya dirinya di hadapan Allah
SWT, betapa kecilnya dirinya di alam semesta. Kesadaran ini menumbuhkan rasa
rendah hati dan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan.
Selain itu, puasa juga melatih empati dan kepedulian
sosial. Ketika merasakan lapar dan haus, manusia dapat merasakan penderitaan
saudara-saudaranya yang kurang beruntung. Hal ini mendorongnya untuk lebih
peduli dan berbagi dengan sesama, baik melalui sedekah, zakat, maupun perbuatan
baik lainnya. Dengan demikian, puasa tidak hanya membersihkan diri sendiri,
tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Keutamaan Puasa dalam Hadis
- "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala (dari Allah), diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
- "Setiap amalan kebaikan anak Adam
dilipatgandakan, satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Kecuali puasa,
sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dia
telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan minumannya semata-mata
karena Aku.'" (HR. Muslim)
Puasa dan Kesehatan
Dari segi kesehatan, puasa juga memiliki banyak
manfaat. Secara medis, puasa dapat membersihkan tubuh dari racun-racun yang
menumpuk, memperbaiki sistem pencernaan, dan meningkatkan sistem kekebalan
tubuh. Puasa juga dapat membantu menurunkan berat badan dan mengurangi risiko
penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung.
amun, manfaat kesehatan dari puasa bukanlah tujuan
utama. Tujuan utama puasa adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk
membersihkan hati dan jiwa, dan untuk menaklukkan nafsu. Kesehatan hanyalah
bonus, efek samping dari ibadah yang tulus.
Menaklukkan Nafsu di Luar Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah latihan intensif untuk
menaklukkan nafsu. Namun, perjuangan melawan nafsu tidak berhenti setelah
Ramadhan berakhir. Manusia harus terus berjuang untuk mengendalikan nafsunya
sepanjang hidupnya. Ia harus terus berlatih untuk menahan diri dari godaan
duniawi, untuk bersabar dalam menghadapi cobaan, dan untuk selalu bersyukur
atas segala nikmat yang diberikan.
Dengan demikian, puasa bukan hanya ibadah ritual
tahunan, tetapi juga gaya hidup yang harus diterapkan setiap hari. Dengan
menaklukkan nafsu, manusia dapat mencapai derajat takwa, menjadi pribadi yang
lebih baik, dan meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.